Minggu, 14 Desember 2008

Kekerasan Atas Nama Agama Masih Terjadi

Jakarta: Sepanjang tahun 2008 berbagai kasus kekerasan dan penyesatan agama mendominasi kehidupan masyarakat Indonesia. Kecenderungan kurangnya toleransi antarumat beragama perlu menjadi perhatian serius pemerintah dan warga.

Tragedi Monas pada Juni lalu misalnya patut menjadi pelajaran bahwa apapun alasannya kekerasan tidak boleh dijadikan pembenaran. Belakangan kerusuhan di Masohi, Maluku Tengah juga terkait isu agama.

Dalam laporan tahunan Wahid Institue, sebuah lembaga di bidang pluralisme dan hak asasi menyebut selama tahun ini sedikitnya terjadi 232 kasus pelanggaran dalam kebebasan beragama dan berkeyakinan. Ini setara dengan 21 kasus per bulannya.

Kasus yang menonjol di antaranya soal penyesatan agama dan aksi kekerasan oleh sekelompok golongan terhadap kelompok lainnya. Dari 232 kasus, tercatat kekerasan berbasis agama sebanyak 55 kasus. Sementara penyesatan agama tercatat mencapai 50 kasus.

Tidak hanya kekerasan. Penyesatan agama seperti yang terjadi pada jamaah Al Qiyadah Al Islamiyah patut jadi catatan perhatian penting. Betapa agama dapat menjadi multitafsir.

Pada Hari Hak Asasi Manusia Sedunia beberapa waktu lalu, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak kekerasan (Kontras) menilai masih banyak kasus pelanggaran HAM termasuk terkait isue agama yang belum diselesaikan tuntas pemerintah.

Munculnya ancaman terhadap kebebasan beragama ternyata dipicu oleh adanya gejala sebagian masyarakat yang makin tak toleran. Mudah marah terhadap perbedaan keyakinan adalah cirinya. Mayoritas pelaku tindakan ini adalah massa tanpa identitas.

Sebagai bangsa yang majemuk, setiap individu seharusnya sadar betapa penegakan hukum dan pluralisme beragama seharusnya dijunjung tinggi untuk menjaga ke-bhinekaan negeri ini.

0 komentar:

Posting Komentar